Menyaksikan Festival Lereng Telomoyo Kampung Berseri Astra di Desa Menari


Akhir pekan, Sabtu pagi (12/10), Kami sudah tiba di hotel Santika Premiere. dotsemarang adalah salah satu peserta yang ikut berpartisipasi mengunjungi Desa Wisata Tanon yang dibina menjadi Kampung Berseri Astra (KBA).

Kegiatan ini dalam rangka roadshow lomba foto Astra dan Anugerah Pewarta Astra (LFAAPA). Selain kami dan beberapa rekan bloger, ada juga yang dari media, fotografer dan komunitas dari Humas Semarang (Perhumas Muda Semarang).

Desa Menari

Dua bus besar dan beberapa mobil berangkat menuju lokasi yang akan didatangi. Ini adalah kunjungan pertama kali kami ke Desa Tanon yang berada di bawah kaki Gunung Telomoyo.


Ternyata Desa Tanon sudah dibranding menjadi desa wisata. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani dan peternak sapi perah.

Desa Tanon yang berada di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang ini memiliki julukan yang disebut Desa Menari. Nama yang familiar beberapa waktu belakangan yang sempat viral.

Desa Menari bukan berarti seperti semua masyarakatnya adalah bekerja sebagai penari. Namun Desa Menari adalah akronim, yaitu Menebar harmoni, merajut Inspirasi dan menuai memori.

Festival Telomoyo ke-2


Kami akhirnya tiba setelah kurang dua jam berada di bus. Jalanan menuju desa Menari kurang lebih sama saat kami berkunjung ke desa Sepakung. Masuk ke dalam-dalam, dan untungnya jalannya mulus.

Suasananya sudah sangat ramai dan kami semua disambut sangat hangat oleh masyarakat. Beberapa orang yang kami temui langsung menyalami kami, layaknya tamu yang begitu dihormati.

Hari itu, cuaca sangat terik. Tapi tidak menyurutkan semangat kami untuk mengikuti rangkaian acara yang saat kami tiba, acara sedang berlangsung dengan sambutan-sambutan.

Festival Telomoyo tahun ini menginjak tahun kedua dengan mengusung tema "Sumunaring Telomoyo, Semangat dalam Mewujudkan Keseimbang Hidup'. Dan menjadi acara tahunan rutin digelar. Bicara wisata dan desa, maka salah satu pematiknya untuk menarik perhatian adalah membuat acara.


Setelah sambutan yang juga dihadiri beberapa pejabat, acara dilanjutkan dengan penampilan Tari Geculan Bocah. Dari informasi (selebaran) yang kami peroleh, tari Geculan Bocah ini diadaptasi dari Tari Warok.

Para penarinya adalah anak-anak yang membuat suasana panas tidak terasa. Mereka terlihat lucu dan fokus pada gerakan yang sebagian besar diambil dari Tari Warok.


Di dalam Tari Geculan Bocah juga ditambahkan dengan permainan tradisional anak-anak berupa perang-perangan, guyonan anak, dan riasan wajah yang lucu.

Lesung Jumengglung dan Dholanan Tradisional


Bila Tari Geculan Bocah digelar di panggung utama, maka kegiatan berikutnya dilakukan di rumah warga. Perhatian semua orang tertuju pada lesung yang dipegang ibu-ibu yang biasanya dilakukan untuk menumbuk padi.

Saat suara lesung bertalu-talu menjadi irama, pemuda-pemudi desa mengkolaborasikannya dengan kegiatan Egrang. Beberapa rekan kami dipersilahkan mencoba Egrang. Untuk lebih menarik lagi, peserta Egrang diajak mengikuti balap Egrang.



Selain Egrang yang menjadi salah satu permainan tradisional, ada juga permainan lain seperti sudamanda (engklek), gobak sodor, dan bakiak.

Sosok Inspirasi dibalik desa Menari dan festival

(Kiri) Regina Panontongan, Manager Head of Brand Communications Department Astra

Jam menunjukkan waktu makan siang. Sambil menikmati hidangan, pihak Astra yang diwakili mbak Regina berbicara dihadapan kami dan bercerita tentang apa yang sedang dilakukan kami yang hadir.

Seperti diawal tulisan, kami datang dalam rangka roadshow LFAAPA. Mbak Regina mengenalkan sosok Trisno atau yang lebih dikenal dengan Kang Tris sebagai sosok inspirasi dibalik Desa Menari yang juga menerima SATU Indonesia Awards pada tahun 2015.

Kang Tris juga menjadi salah satu Ikon Kebanggaan Bangsa yang merupakan tema dari LFAAPA yang bakal diikuti peserta yang datang ke Desa Menari.



Menurut Kang Tris, Desa Menari adalah laboratorium sosial dengan konsep fokus pada pemberdayaan. Beliau memimpikan perubahan Tanon dan sekitarnya sejak 2002.

Beliau sejak itu sudah membuat visi untuk mewujudkan masyarakat produktif, religius dan berbudaya. Seiring perjalanan waktu, tahun 2009, Kang Tris mengevaluasi program yang telah dijalankannya beberapa tahun.

Meski dianggap gagal, namun orang luar menganggap apa yang dilakukan itu sudah berhasil. Pendekatan wisata dianggap paling cocok untuk menjual aktivitas masyarakat di desa yang kebanyakan sebagai petani, berternak dan dolanan tradisional.

Karena lingkungan di desa, memang tidak ada objek wisata untuk dijual. Dari sinilah, acara Festival Lereng Telomoyo muncul. Sosok Kang Tris akan lebih banyak kami bicarakan di halaman berikutnya.

Yang pasti, beliau adalah orang dibalik bagaimana Desa Menari berhasil menarik perhatian, baik wisatawan lokal maupun wisatawan luar.

Pasar Rakyat dan Pantomim


Pertunjukkan Pantomim ini dilakukan di pasar rakyat yang berada masih satu lokasi dengan acara. Kami pikir diadakannya di sini, untuk menarik banyak pasang mata untuk lebih melihat isi pasar.

Selain menjadi salah satu bagian acara, pertunjukkan ini disukai banyak anak-anak. Meski ada yang takut, penampilan yang membawakan konten seperti selfie dan smartphone sangat menghibur.

Tari Topeng Ayu (Tari Topeng Ireng)


Lokasinya lebih jauh sedikit dari lokasi utama. Tidak jauh-jauh amat. Pertunjukkan ini dilakukan setelah makan siang. Waktu benar-benar dimanfaatkan dengan beragam kegiatan.

Memerah Sepi


Sebelum kembali ke Semarang, kami dan peserta lain diarahkan melihat salah satu mata pencarian masyarakat desa, yaitu memerah sapi. Tentu saja, pengalaman seperti ini masih asing bagi sebagian dari kami.

Karena berada di rumah warga, tempat yang dimasuki harus bergantian. Tempat memerah sapi bukanlah sebuah lokasi yang khusus dibuat untuk wisata.

...

Festival Lereng Telomoyo 2019 berlangsung dua hari. Kami hanya datang di hari pertama dan selesai sampai di situ. Di Desa Tanon juga banyak mahasiswa yang terlibat. Mereka datang dari banyak kampus di Semarang dan dilibatkan dalam acara.

Mengutip dari selebaran yang kami bawa, event Festival Lereng Telomoyo kedua adalah salah satu bentuk harapan yang terwujud dari masyarakat Desa Menari, terutama Kang Trisno.

Mari terus berkarya dan lebih mencintai lingkungan kita. Satu hal yang ditanamkan kepada masyarakat di sini adalah semua kegiatan dilaukan dengan cara yang sangat sederhana.

Tidak salah untuk tetap menjadi orang tempoe doeloe, di tengah jaman digitalisasi yang apapun serba maju dan serba teknolog.


Artikel terkait :

Comments

Popular posts from this blog

Sego Bancakan Pawone Simbah, Tempat Makan Baru di Kota Lama Semarang

Berapa Tarif Parkir Inap di Bandara Ahmad Yani Semarang Tahun 2022?

Review : Gunakan Layanan Maxim Life Massage & SPA

Parkir di DP Mall Kini Hanya Melayani Pembayaran Non Tunai

Apakah Shopee Video Bisa Unggah Video dari Komputer?