Ketika Teknologi Wolbachia Ramai di Media Sosial

Salah satu inovasi pengendalian kasus demam berdarah yang memanfaatkan bakteri Wolbachia mendadak ramai diperbincangkan di media sosial. Kami pikir sedang ada kampanye kesehatan untuk kembali menyebarkan informasinya. Eh, ternyata.

Menuai kontroversi, dan berkembang menjadi disinformasi yang beredar hingga penolakan masyarakat. Kami yang pernah ikut sosialisasi untuk Kota Semarang akhir tahun 2022 jadi tergerak untuk melihatnya. Kok, bisa?

November 2023

Grup WhasApp mendadak ramai yang setelah sunyi beberapa waktu. Ada kekhawatiran di sana dengan kabar yang menyebar bahwa penyebaran nyamuk dengan teknologi Wolbachia merupakan misi Bill Gates dan dianggap menyebabkan kerusakan genetik.

Bahkan, yang menggelitik dari info tersebut adalah misinya Bill Gates untuk membentuk genetik LGBT. Yah, itu klaim yang menyesatkan.

Di X (Twitter), seorang dokter sampai harus membagikan informasi tentang nyamuk Wolbachia dengan sebuah utas atau threads. Sangat detail dan kami harap konten edukasi pak Dokter dapat mencerahkan jagad media sosial di sana.

Akibat kontroversi yang terjadi pertengahan bulan November ini, mengutip laman liputan6.com yang dipublish tanggal 21 November kemarin, salah satu imbasnya adalah ditundanya pelepasan nyamuk di Denpasar yang direncanakan akan dilakukan tanggal 13 November 2023.

Semarang Kota Pertama

Kami beruntung menjadi bagian dari ditunjuknya Kota Semarang dalam  pilot project Penyelenggaraan Teknologi Nyamuk Aedes Aegypti Ber-Wolbachia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1341/2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue dengan Metode Wolbachia.

Ada 5 kota sebenarnya yang dianggap memilki kasus DBD terbanyak. Namun pilot projectnya diadakan di Kota Lunpia.

Untuk program di Kota Semarang, kami menyebutnya WINGKO SEMARANG atau Wolbachia Ing Kota Semarang yang merupakan tagline sebagai upaya pengendalian DBD dengan Teknologi Wolbachia.

Sebelum Pilot Project dari Kementerian Kesehatan RI dilakukan, WMP Yogyakarta telah melakukan uji coba di Yogyakarta dan Bantul. 

Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86%. 

Selain itu, hasil kajian risiko yang dilakukan oleh tim pakar independen untuk Teknologi Wolbachia menunjukan bahwa teknologi ini masuk pada risiko sangat rendah, dimana 30 tahun mendatang peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.

Teknologi Wolbachia?

Mengutip laman dinkes.semarangkota.go.id yang diposting tanggal 16 November 2023, teknologi Wolbachia ini merupakan teknologi yang dapat melumpuhkan virus dengue, zika dan chikungunya dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus tersebut tidak menular ke manusia. 

Cara kerjanya jika Aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina lokal tanpa wolbachia maka virus pada nyamuk betina akan terblok. 

Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Mochamad Abdul Hakam menegaskan dampak dari pelepasan liaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia memang belum bisa langsung dirasakan, dampak penurunan kasus baru bisa dirasakan minimal satu tahun setelah proses implementasi selesai. 

Namun gambaran kasus DBD di Kecamatan Tembalang periode Januari sampai September cenderung mengalami penurunan diangka 51 kasus, dibandingkan tahun 2022 dengan periode yang sama terdapat 98 kasus. 

Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Banyumanik periode Januari sampai September dimana penderita DBD ada di angka 83 di tahun 2022 namun dalam periode yang sama turun menjadi 29 kasus di tahun 2023.

Di negara lain, mengutip laman sehatnegeriku.kemkes.go.id pada tanggal 18 November, efektivitas pemanfaatan teknologi wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah juga sudah dibuktikan di 13 negara lain, yaitu di Australia, Brazil, Colombia, El Salvador, Sri Lanka, Honduras, Laos, Vietnam, Kiribati, Fiji, Vanuatu, New Caledonia, dan Meksiko, lanjutnya.

Di Singapura teknologi Wolbachia diterapkan dengan menggunakan metode suppression atau penurunan jumlah populasi nyamuk. 

Strategi ini diimplementasikan dengan melepaskan nyamuk jantan saja. Perkawinan nyamuk jantan dengan nyamuk betina di populasi alami akan menghasilkan telur yang tidak dapat menetas.

Sehingga populasi nyamuk akan berkurang. Akan tetapi nyamuk betina yang masih ada di populasi alami akan tetap mempunyai kemampuan untuk menularkan virus dengue. 

Disamping itu, metode supresi mensyaratkan pelepasan nyamuk jantan secara terus menerus, agar populasi nyamuk dapat selalu terkontrol. Hal ini memerlukan sumber daya yang sangat besar dengan dampak yang bersifat sementara.

Artikel terkait :

Comments

Popular posts from this blog

Sego Bancakan Pawone Simbah, Tempat Makan Baru di Kota Lama Semarang

Review : Gunakan Layanan Maxim Life Massage & SPA

Apakah Shopee Video Bisa Unggah Video dari Komputer?

Berapa Tarif Parkir Inap di Bandara Ahmad Yani Semarang Tahun 2022?

Kenapa Paket Xtra Combo Flex Tidak Ada di Aplikasi MyXL ?