🎆 Agenda Kota Semarang Bulan Desember 2025
Kami tidak menyangka bahwa penolakan yang kami terima beberapa minggu lalu saat ingin terlibat dalam sebuah acara organisasi mitra pemerintah di Jawa Tengah, ternyata berlanjut hingga agenda besar Disporapar Jawa Tengah baru-baru ini. Padahal, Disporapar dikenal sangat akrab dan sering menggandeng blogger dalam berbagai kegiatannya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Jika menarik benang merah ke belakang, kami teringat akan harapan besar yang sempat diapungkan pada peringatan Hari Blogger Nasional tahun 2024. Saat itu, transisi kepemimpinan nasional membawa optimisme baru. Kami meyakini bahwa di bawah pemerintahan baru, semangat kolaborasi akan lebih besar, terutama dalam dunia pemasaran digital di mana peran pemilik blog tidak lagi dipandang sebelah mata.
Namun, waktu berkata lain. Memasuki akhir tahun 2025, bukannya mendapatkan ruang kolaborasi yang lebih luas, kami justru merasakan penyempitan akses. Undangan dari instansi tingkat kota, provinsi, hingga pusat yang biasanya rutin hadir, kini nyaris tak terdengar. Apakah ini dampak dari kebijakan pemangkasan anggaran negara di awal tahun 2025? Ataukah ada pergeseran strategi komunikasi yang tidak kami sadari?
Peluncuran Kalender Pariwisata Jawa Tengah 2026 oleh Disporapar sebenarnya menjadi harapan terakhir kami tahun ini. Kami sempat optimis karena memiliki rekam jejak kerja sama yang baik dengan figur-figur di dalam kedinasan. Namun, optimisme itu runtuh seketika saat mengetahui bahwa kendali penuh acara kini berada di tangan pihak ketiga atau Event Organizer (EO).
Nostalgia kerja sama yang hangat dulu tidak lagi bisa berbuat banyak di hadapan sistem baru. Kami menyadari bahwa rekam jejak panjang dotsemarang seolah kehilangan nilai tawarnya untuk hadir secara resmi sebagai media liputan. Meski akhirnya kami tetap hadir di acara tersebut, status kami hanyalah undangan umum yang didapat melalui registrasi terbuka di Instagram—bukan lagi sebagai mitra strategis.
Ini adalah jawaban dari teka-teki yang kami hadapi: Era tata kelola event sepenuhnya oleh pihak ketiga (EO).
Transisi ini memang membawa warna baru yang lebih rapi dan megah secara seremoni. Namun bagi blogger independen, muncul sekat administratif yang sangat tebal. Mekanisme undangan yang melewati protokol EO kini sering kali menuntut syarat "Media Resmi" yang memiliki badan hukum kantor berita untuk mendapatkan fasilitas liputan atau apresiasi tertentu.
Bagi kami yang mengelola blog berbasis komunitas dan personal, kendala administratif ini menjadi tembok besar. Padahal, jika bicara kapasitas:
Jangkauan (Traffic): Blog memiliki peran vital menjaga "napas" sebuah event tetap hidup di mesin pencari (Google) dalam jangka panjang.
Keberlanjutan: Berita dari media harian mungkin cepat tertimbun, namun artikel blog tetap bisa ditemukan calon wisatawan hingga bertahun-tahun kemudian.
Jalur koordinasi telah berubah, dan ini adalah tantangan nyata yang harus kami hadapi. Jika pola ini terus berlanjut tanpa ada ruang bagi media berbasis komunitas, kami khawatir nilai kolaborasi yang sudah dibangun bertahun-tahun akan meredup.
Kami hanya bisa berharap, semoga keberuntungan dan ruang bagi blogger lokal di tahun 2026 masih tersisa. Bukan sekadar tentang undangan, tapi tentang menjaga ekosistem informasi pariwisata Jawa Tengah agar tetap beragam dan organik.
Artikel terkait :
Comments
Post a Comment