Agenda Kota Semarang Bulan Agustus 2025

Minggu pagi, 27 Juli 2025, kami memilih jalan-jalan ke Tlogosari ketimbang ikutan ramainya Arak-arakan Cheng Ho. Entah kenapa, kaki ini kok ya ngajak ke sini. Mungkin karena kenangan lama yang tiba-tiba nendang, atau karena kami sadar belum pernah nulis khusus soal Tlogosari di blog. Semoga ini jadi pembuka kran buat cerita-cerita lain, deh!
Tlogosari, apa kabar? Sudah bertahun-tahun kami nggak mampir ke kawasan ini, yang dulu jadi bagian tak terpisahkan dari masa kuliah kami sebelum 2020. Dari nongkrong di warung kopi pinggir jalan, ngumpul di kosan temen sambil ngerumpi, sampai momen kepepet jual hape demi nutup pengeluaran dadakan—semuanya ada di Tlogosari.
Pas balik lagi, kami kira bakal ketemu suasana baru. Eh, ternyata Tlogosari Raya masih sama ramainya. Warung bakso legendaris di pojokan masih setia menyapa dengan kuah gurih yang bikin kangen. Bapak-bapak di gang juga masih asyik ngobrol, dari soal harga beras sampai prediksi bola. Kayak pulang ke rumah lama, deh, semua serasa familiar.
Tapi, apa bener nggak ada yang berubah? Kami jalan-jalan lebih jauh, dan ternyata ada cerita baru di balik wajah Tlogosari yang “gitu-gitu aja”. Di beberapa sudut, warung kopi kekinian mulai bermunculan, lengkap dengan wifi dan menu latte yang Instagramable. Katanya, UMKM di sini juga lagi naik daun. Dari makanan ringan kayak keripik tempe sampai kerajinan tangan, sekarang udah go online dan dikirim sampai luar kota. Keren, nggak?
Cuma, nggak semua cerita di Tlogosari seindah latte art. Warga bilang kawasan Tlogosari Kulon masih suka kebanjiran pas hujan deras, bahkan sempat bikin mobil kelelep awal 2025 ini. Sungai Tlogosari yang dangkal jadi biang keladinya. Terus, hawa di sini sekarang lebih gerah, mungkin karena pohon-pohon rindang yang dulu bikin adem udah banyak yang hilang. Nostalgia sih, tapi kami kangen Tlogosari yang dulu lebih hijau.
Buat kami, Tlogosari hari ini kayak sahabat lama yang setia sama karakternya: ramai, hangat, tapi nggak lepas dari drama khas Semarang. Kami berharap ke depan Tlogosari bisa lebih asri, sungainya nggak bikin deg-degan tiap hujan, dan UMKM-nya makin mendunia. Tapi jujur, yang bikin kami selalu pengen balik ya suasana “rumah” di sini—campuran bau sate, suara klakson, dan tawa warga yang bikin hati hangat.
Kalian, kapan terakhir mampir ke Tlogosari? Ceritain dong di kolom komentar, apa yang bikin kalian kangen sama kawasan ini!
Artikel terkait :
Comments
Post a Comment