Review Film Harim di Tanah Haram
Ditengah pasar yang menggandrungi film dengan genre komedi dan horor, film Harim di tanah Haram menjadi satu-satunya film yang mencerahkan. Bahkan segmentasi penontonnya sebagian besar perempuan muda hingga dewasa (ibu-ibu). Ini terlihat dari penonton bioskop Semarang yang memutar film dengan durasi 114 menit ini di jam perdananya.
Film Harim di Tanah Haram resmi tayang di bioskop tanah air tanggal 10 Desember 2015. Film ini sepertinya pernah digadang-gadang akan tayang bulan September, entah mengapa baru tayang hari ini.
Kisah pelacur merindukan ka'bah
Dari posternya sendiri terlihat dengan jelas tentang cerita utamanya. Penonton digiring melihat sebuah realita seorang wanita yang sebenarnya seorang muslimah tiba-tiba hidupnya berubah 180 derajat.
Mulai dari pernikahan yang mengecewakan, dijual di tempat pelacuran dan akhirnya menemukan seorang pria yang baik dan mau menikahinya. Pada akhirnya, ia berhasil menginjakkan kaki di tanah Haram atau Mekkah.
Sudut Pandang
Ada 10 orang yang menonton film ini saat perdananya tayang. Film ini begitu boring diawal-awal dan tak banyak hal yang dieksplor selain keindahan Makasar sebagai background pertama film ini dimulai. Ditambah dengan alunan Al-Quran dan musik yang merdu dan menenangkan jiwa, rasanya pengen tidur saja.
Sudut pandang yang dibangun semua tentang Qia, mulai dari kehidupan masa kecilnya, dewasa lalu tinggal di pesantren, dan menikah. Tak ada sudut pandang lain semisal kehidupan Irwansyah atau lainnya yang dapat mempertemukan benang merah mereka di film ini.
Alur cerita
Membaca alur film ini benar-benar lurus hingga berakhirnya film. Awal-awalnya sangat datar dan membuat saya mengantuk. Beruntunglah, saat sesi Irwansyah masuk semua mulai bergairah.
Sempat menebak bahwa alur ceritanya akan begini, ternyata tidak. Pintar juga memainkan ceritanya, pikir saya. Bagian itu ada pada saat Qia melarikan diri dari Preman dan ditolong oleh ibu-ibu. Kirain akan jadi bagus, ternyata malah masuk kandang harimau. Qia, mau tidak mau harus terjebak dengan pekerjaan prostitusi.
Tampilnya Fuad Alkhar Abud
Banyak pemain yang dibawa film yang disutradarai Ibnu Agha ini seperti Wawan Wanizar, Tio Pakusadewo, Teuku Rifnu Wikana, Cahya Kamila, Mustafa 'Debu' dan istri dari Irwansyah, Zaskia Sungkar.
Paling menarik adalah penampilan si Abud yang terkenal pada jaman era 80an. Meski durasinya singkat, setidaknya aktor ini memberi sedikit kerinduan buat penonton yang sering menontonnya pada jamannya.
Dari Novel
Genre drama religi sepertinya identik dengan novel. Salah satunya film ini juga yang merupakan adaptasi novel karya Abu Hamzah. Film ini mengambil lokasi syuting di tiga negara yaitu di Turki, Arab Saudi (Mekkah dan Madinah) dan Indonesia (Makassar).
Explore Makassar hingga Turki
Ada yang belum pernah ke Makassar, atau Turki? Sepertinya yang nulis, juga. Belum sama sekali. Film ini setidaknya punya banyak sesuatu yang menarik untuk dilihat. Mulai dari kampung nelayan, kota Makassar, bentor atau becak motor, tempat-tempat menarik, keindahan kota Turki dan sejarahnya. Dan masih banyak lagi yang dapat kita nikmati.
Kesimpulan
Pesan yang menarik dari film ini adalah bagaimana kekuatan seorang wanita dengan doa dan harapannya mampu mencapai mimpi yang selama ini ingin digapainya.
Takdir dapat diubah dengan doa, sebuah kalimat yang mencerahkan tentunya. Dan masih banyak lagi kata-kata mutiara yang menumbuhkan nilai-nilai positif terlepas cara mengemas film ini yang menggemaskan untuk alurnya yang membosankan.
Oh ya, jangan harap melihat akting Irwansyah dengan total disini. Karena kekuatan pemainnya ada pada si Qia yang diperankan Sylvia Fully meski menurut saya itu juga masih harus ditambah lagi.
Ikuti jadwal film Indonesia di bioksop Semarang lewat akun @kofindo.
**Film ini hanya bertahan 6 hari di bioskop Semarang
**Film ini hanya bertahan 6 hari di bioskop Semarang
…
Informasi Pemasangan Iklan
Hubungi @dotsemarang
Email : dotsemarang [@] gmail.com
Comments
Post a Comment