Film perdana Husein Alatas (runner up Indonesian Idol) ini tayang serentak diseluruh bioskop Indonesia 2 April 2015. Dengan durasi 106 menit, film karya Aditya Gumay, mengangkat kisah menarik yang berlatar Pesanten dan kota Palembang.
Satu sisi, film ini memiliki banyak kisah inspiratif. Memberi edukasi dan tayangan yang bisa dinikmati banyak pihak, termasuk anak-anak. Namun satu sisi lainnya, jumlah penonton Semarang sepertinya tidak bersahabat untuk film ini. Sepi..
Film perdana Husein Alatas
Sebagai salah satu bintang baru, inilah film perdana Husein yang saya tonton di bioskop. Memang masih terus belajar, tapi secara kesuluruhan Husein yang berperan sebagai Ramadhan ini sudah cukup baik.
Seorang Ramadhan digambarkan sebagai laki-laki sederhana yang harus menempuh karakter kepribadiannya dari Pesantren. Cita-citanya menjadi Ustad membawanya keluar dari Palembang menuju Jakarta.
Penggemar Husein tentu tak ingin melewatkan alunan suaranya yang khas ada di film ini. Sangat menarik melihat kiprah seorang idol baru di jagad perfilman Indonesia.
Menjual Palembang
Beberapa ciri khas kota Palembang seperti jembatan Ampera, rumah-rumah jadoel, pasar tradisional dan kuliner khas disana menjadi cara promosi yang asyik untuk pariwisata kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan ini.
Lokasi paling sering dieksplor adalah rumah Ramadhan yang berada ditepi sungai. Lalu pesantren yang sering digunakan untuk syuting film. Jakarta adalah kota kedua yang digunakan. Namun hanya Monas dan transportasi yang menggunakan bahan bakar bensin untuk dijual (promosi).
Selain menawarkan berbagai hal menarik tentang Palembang, film ini juga menggunakan bahasa asli Palembang. Selama film ini berlangsung, bahasa lokal dan nasional silih berganti terdengar.
Pesantren dan cara pendidikannya
Indonesia sebenarnya terkenal dengan banyaknya pesantren. Dan film ini adalah kesekian kalinya menggunakan latar pesantren untuk mengemas cerita film ini yang tak begitu banyak artis senior di dalamnya.
Banyak edukasi yang ditampilkan. Apalagi kala Ramadhan junior menempuh pendidikan di Pesantren dimana ia berhasil mencuri perhatian penonton dengan gelak tawa dan rasa kagum yang cukup menarik.
Gambar-gambar : Google
Film ini tak melulu serius. Sedihnya dapat banget dan komedinya berjalan secara alami. Saya sangat senang dengan cerita saat Ramadhan junior harus dihukum ceramah di kuburan dan Pasar.
Cerita
Pada akhirnya, penonton dibawa ke sebuah cerita yang bergerak maju. Mulai Ramadhan kecil hingga dewasa. Perjuangan dari sekedar ustad lokal hingga masuk televisi. Konflik paling besar saat guru Ramadhan di pesantren meninggal dan sang ibu yang mengalami sakit-sakitan. Selebihnya, nyaman disaksikan.
Anda yang mau nonton ini akhir pekan nanti jangan lupa membawa tisu. Karena film ini benar-benar menyentuh khususnya cerita soal kedua orang tua. Makna dari judul yang menjadi benang merah film ini.
...
Selain menawarkan Palembang sebagai latar belakang film ini dengan berbagai hal lainnya, melihat akting Husein saat bermain menjadi sisi menarik sendiri. Seperti apa ia bermain?
Perjuangan Husein memang tak begitu dieksplor lebih dalam yang dikemas dengan pendidikan pesantren. Tapi, dari sisi gambar dan suara, film ini cukup baik untuk memberikan ruang penonton ikut terbawa suasana.
Sangat disayangkan, harapan tinggi yang sudah diberi dari awal hingga menuju akhir harus ditutup dengan rasa kecewa. Sebenarnya, bahagia sih. Tapi kisah asmara Ramadhan dengan dua artis wanita di film ini tak tahu kemana mengakhirinya alias menggantung. *mungkin sudah kepanjangan durasi.
Artikel terkait :
Informasi Kerjasama
Hubungi lewat email dotsemarang@gmail.com
Atau klik DI SINI untuk detail lebih lengkap
Comments
Post a Comment