Agenda Kota Semarang Bulan Oktober 2025

Kresem Talks Oktober lalu jadi panggung inspiratif buat kreator Semarang—blogger, seniman mural, musisi, sampai komunitas seperti Kresem. Tapi, saat Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bilang, “Apa yang sudah kamu berikan pada kotamu?” hati kami di dotsemarang terhenti sejenak.
Setelah 15 tahun menulis cinta untuk Semarang, kalimat itu terasa seperti déjà vu tanpa tindakan nyata. Dan mungkin, banyak kreator lain di ruangan itu merasakan hal yang sama.
Cinta Kreator untuk Semarang
Terinspirasi semangat John F. Kennedy, “Ask not what your country can do for you,” kami mendirikan dotsemarang pada 2010 untuk ceritain Semarang dari hati: warung pecel lele di Gang Pinggir, gang bersejarah, sampai Semarang Night Carnival yang meriah.
Pada 2013, kami adakan Liga Blogger Indonesia, mengundang puluhan blogger luar kota untuk jatuh cinta pada Semarang lewat tur wisata. Kami juga pernah bagi-bagi selebaran wisata yang kami ambil langsung dari kantor Disbudpar di acara luar kota, memperkenalkan Semarang ke audiens baru.
Tapi, kami tahu kami bukan satu-satunya. Seniman mural menghidupkan dinding Kota Lama, musisi lokal memeriahkan panggung Kresem, dan komunitas lain berjuang bikin Semarang lebih berwarna. Itu momen yang kami semua banggakan, meski sering cuma dibekali semangat dan nasi kotak.
Strategi Berubah, Kreator Kembali ke Nol
Namun, 15 tahun adalah perjalanan panjang. Tiap ganti wali kota atau kepala dinas, kreator seperti kami sering mulai dari nol. Dulu, dotsemarang sesekali diundang liput event budaya, meski cuma bawa pulang nasi kotak.
Tapi belakangan, undangan untuk blogger lokal nyaris hilang. Pemkot beralih ke influencer media sosial atau agency besar, sementara kami—juga seniman dan musisi lokal—merasa seperti sahabat yang dilupain.
Bukan cuma Pemkot. Hotel di Semarang juga sama. Kami pernah disambut hangat saat peluncuran produk, tapi begitu tim marketing berganti, kami seperti tak dikenal lagi.
Mandiri, Tapi Sampai Kapan?
Kami paham anggaran pemerintah terbatas. “Mandiri,” kata mereka, sambil tawarkan kemudahan perizinan. Tapi mandiri tanpa dukungan nyata—seperti kolaborasi, pelatihan, atau undangan diskusi—bikin semangat kreator memudar.
Blog seperti dotsemarang, mural di gang, atau musik di panggung kecil punya cerita dan audiens setia yang tak dimiliki platform lain. Tapi, sampai kapan kami harus terus mandiri?
Bukan Curhat, Tapi Harapan Bersama
Tulisan ini bukan sekadar keluh kesah. Ini cerminan hati kreator Semarang yang masih cinta kota ini, tapi lelah dengan motivasi tanpa tindakan. Kami tak minta banyak—mungkin sebuah “Kreator Day” tahunan dari Disbudpar, atau undangan liput desa wisata yang sedang digalakkan Pokdarwis. Sesederhana itu.
Buat kreator Semarang—blogger, seniman, musisi, atau anggota Kresem—yuk ceritain di kolom komentar: karya apa yang bikin kalian bangga untuk Semarang? Share di medsos dan tag disbudpar. Siapa tahu mereka baca!
Artikel terkait :
Comments
Post a Comment