Apakah Hoax atau Berita Palsu Itu?


Banyak kalangan atau pihak sekarang ini semakin gencar mengkampanyekan anti hoax, khususnya di media sosial. Akibat yang ditimbulkan memang sangat besar. Oleh karena itu, kami ingin juga berkontribusi secara nyata dalam bentuk artikel di blog dotsemarang dengan tujuan yang sama. Kampanye anti hoax atau berita bohong.

Beberapa waktu belakangan ini, kami semakin sering mengikuti acara yang ujung-ujungnya berbicara tentang hoax. Referensi kami sangat banyak, namun kontribusi kami masih ala kadarnya. Sekedar berbicara tentang acara yang diikuti.

Apakah Hoax itu sebenarnya?

Kamu yang mencari artikel referensi tentang istilah hoax tentu sangat mudah saat ini, tinggal cari di mesin pencari, maka berbagai referensi artikel yang menuliskan pengertian hoax tinggal kamu klik dan baca.

Namun bagi teman-teman yang berkunjung ke blog dotsemarang, baik yang rutin maupun tersesat, pengertian hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya - Wikipedia.

Istilah hoax diambil dari bahasa Inggris, dan pengertian bahasa Indonesia sendiri adalah pemberitaan palsu. Sejarahnya sendiri ternyata sangat panjang, mengutip dari antaranews.com (6/1/2017),  Asal kata "hoax" diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni "hocus" dari mantra "hocus pocus", frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa "sim salabim".

Menurut Lynda Walsh dalam buku "Sins Against Science", merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada 1808. Sudah sangat lama, bukan?

Sedangkan menurut Alexander Boese dalam "Museum of Hoaxes", ia mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak (penanggalan) palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. 

Bila kamu baca artikel dari situs Antara tersebut, informasinya sangat lengkap dan panjang. Lebih detail kamu bisa baca di sini, semisal ingin melanjutkan.

Mengapa hoax mudah menyebar?

Masih dari situs Antara, direktur Institute of Cultural Capital di University of Liverpool, Simeon Yates, dalam tulisan "'Fake News'- Why People Believe It and What Can Be Done to Counter It" yang dimuat di world.edu, menyebut ada fenomena gelembung, atau bubbles, dalam penggunaan media sosial.

Pengguna media sosial cenderung berinteraksi dengan orang yang memiliki ketertarikan yang sama dengan diri sendiri. Dikaji dari studi kelas sosial, gelembung media sosial tersebut mencerminkan gelembung "offline" sehari-hari.

Kelompok tersebut, kembali ke model lama, juga bertumpu pada opini pemimpin, mereka yang memiliki pengaruh di jejaring sosial. Kabar bohong yang beredar di media sosial, menjadi besar ketika diambil oleh situs atau pelaku terkemuka yang memiliki banyak pengikut.

Kecepatan dan sifat media sosial yang mudah untuk dibagikan, shareability berperan dalam penyebaran berita.

Sebagai mana ditekankan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, menjadi sulit untuk membedakan yang palsu dari fakta, sudah banyak bukti bahwa butuh perjuangan untuk menghadapi ini. Media digital membuat lebih sulit untuk membedakan kebenaran konten. Berita online lebih sulit untuk dibedakan. 

Masalah berikutnya adalah bahwa mencabut "berita palsu" di media sosial saat ini kurang didukung oleh teknologi. Meskipun tulisan dapat dihapus, ini adalah tindakan pasif, kurang bermakna daripada pencabutan satu paragraf di surat kabar. Agar memberi dampak, yang diperlukan tidak hanya menghapus posting-an tetapi menyoroti dan mengharuskan pengguna untuk melihat dan menyadari bahwa berita yang dimaksud sebagai "berita palsu".

Jadi apakah berita palsu adalah manifestasi dari masa media digital dan sosial, tampaknya mungkin bahwa media sosial dapat memperkuat penyebaran informasi yang salah.

Ini bukan "persyaratan" teknologi tapi pilihan - oleh desainer sistem dan regulator mereka (di mana mereka berada). Dan media mainstream mungkin telah mencoreng reputasi mereka sendiri melalui liputan berita "palsu", membuka pintu ke sumber berita lainnya.

Masyarakat Semarang Anti Hoax

Awal tahun 2017, masyarakat Semarang sebenarnya sudah berpartisipasi melawan hoax dengan menggelar acara bertajuk Deklarasi masyarakat Indonesia Anti Hoax di Car Free Day (15/1/2017). 

Dalam acara tersebut, dibacakan Piagam Masyarakat Anti Hoax yang jumlahnya ada 10 butir. Detail lengkapnya ada di bagian bawah artikel ini.

Menjelang pertengahan tahun, beberapa acara yang berisi kampanye anti hoax kembali hadir dan turut kami ikuti, seperti acara Pelantikan IWO Jateng dan Sarasehan Nasional Tentang Hoax, Flash Blogging, Soft Launching Media Tamborae dan Bicara Tentang Hoax, Sosialisasi 4 pilar, Roadshow Internet Baik 2017 di Semarang, Kampanye Germas di Jawa Tengah dan Semarang hingga merilis Gerakan yang Diluncurkan Untuk Media Sosial Indonesia Lebih Baik, #BijakBersosmed.

Dari sisi bloger sendiri, program kompetisi tahunan kami, yaitu Liga Blogger Indonesia, kampanye anti hoax pun kami jadikan tema agar ditulis oleh peserta yang jumlah tahun ini yang mengikuti kurang dari 15 bloger. Sungguh, kami berharap dapat maksimal mengkampanyekan anti hoax ini. Meski kami tahu masih banyak kekurangan.

...

Postingan berikutnya, kami akan membuat artikel tentang bagaimana melawan berita hoax. Beberapa referensi yang kami dapatkan dari berbagai acara, tentu sangat bermanfaat buat menambah referensi. Setidaknya memperkaya pengetahuanmu tentang tren hoax saat ini.

Artikel terkait :
Informasi Kerjasama
Hubungi lewat email dotsemarang@gmail.com
Atau klik DI SINI untuk detail lebih lengkap

Comments

Popular posts from this blog

Sego Bancakan Pawone Simbah, Tempat Makan Baru di Kota Lama Semarang

Berapa Tarif Parkir Inap di Bandara Ahmad Yani Semarang Tahun 2022?

Review : Gunakan Layanan Maxim Life Massage & SPA

Parkir di DP Mall Kini Hanya Melayani Pembayaran Non Tunai

Apakah Shopee Video Bisa Unggah Video dari Komputer?