Hari Media Sosial 2022, Budaya Rentan?

Hari ini, tanggal 10 Juni 2022, diperingati Hari Media Sosial. Sudah 7 tahun peringatan ini dirayakan, baik lewat kata-kata maupun kampanye yang sering disematkan. Kami sendiri, memperingatinya dengan artikel sederhana seperti ini. Dan tahun ini kami mengangkat tema budaya rentan.

Rentan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peka atau tentang mudah merasa, mudah terkena penyakit, lekas marah (sakit hati, patah hati).

Budaya rentan

Tema ini sengaja kami angkat di Hari Media Sosial dari apa yang kami amati setahun belakangan. Tahun sebelumnya tema yang kami tulis adalah kehilangan jati diri. Jadi semacam sambungan dari artikel sebelumnya.

Akhir-akhir ini di media sosial, khususnya di Twitter, sebagian pengguna sangat mengkhawatirkan. Kami tak bicara tentang politik, tapi topik-topik yang berhubungan dengan generasi Z dan milenial pertengahan.

Apalagi semenjak kami mengamati akun-akun berbasis base, di mana digunakan sebagai wadah mencurahkan segalanya tanpa tahu siapa yang mengirimkan postingan. 

Dulu melihat akun anonim atau akun kedua dengan foto profil yang dipakai untuk kebutuhan pribadi sudah biasa. Kini, akun base yang digunakan sebagai saluran untuk mengeluarkan hasrat atau curahan hati.

Mulai dari masalah keluarga, pasangan, gebetan, aktivitas hingga rekomendasi-rekomendasi tempat. Entah sejak kapan akun base mewarnai linimasa kami. 

Kata sedih, marah, bahagia hingga kata-kata mati (tidak ingin hidup) semakin mudah ditemukan di linimasa. Semua mengeluarkan pendapatnya tanpa terkontrol dirinya siapa (latar belakang keluarga, perusahaan dan jabatan).

Kami menyadari bahwa semua kembali pribadi masing-masing. Apa yang dibagiin adalah tanggung jawab pemiliknya. Tidak ada yang bisa mengontrol soal itu.

Dibalik manisnya video pendek

Tak jauh beda sebenarnya dengan platform video pendek seperti TikTok hingga Instagram. Hanya saja, kami menangkap sesuatu yang berbeda, khususnya pembuat konten yang menyalurkan curahan mereka lewat kreativitas.

Kita tahu perkembangan film Indonesia di masa pandemi sedang naik lagi. Video pendek buat sineas dijadikan alat promosi, namun ada sebagian pengguna yang memanfaatkan untuk tampil secara profesional.

Video mereka bertebaran di saluran video pendek. Cerita mereka sederhana tapi mewakili kejadian sehari-hari. Gambar yang dihasilkan juga tidak sekedar asal jadi, ada perangkat profesional yang dipakai untuk menambakan kesan di sana.

Ini adalah peluang bagi mereka yang berhasil memanfaatkan. Selain bisa menyampaikan pesan atau keresahan, kita bisa mendapatkan cuan. Jadilah insan pembuat (kreator), ketimbang sekedar melihat (konsumsi). 

Terima kasih

Kini, apa saja bisa viral dan tersebar. Apa-apa dikomentarin, meski bukan ranahnya. Seolah menjadi konsumsi bila tidak berkomentar. Dan itu tanpa sadar menjadi budaya rentan yang akhirnya diikuti pengguna lain, khususnya generasi muda.

Semacam mengamini dan membenarkan apa yang terjadi. Generasi muda yang baru menggunakan media sosial seakan menemukan sisi mereka yang lain yang selama ini disembunyikan karena khawatir dilontarkan. Ternyata ada temannya.

Lewat halaman ini, kami ingin mengucapkan terima kasih buat pengguna yang masih mau berbagi hal positif dan menjaga diri mereka untuk tetap tidak terpengaruh. Tidak mudah memang, tapi harus dilakukan.

Selamat Hari Media Sosial buat kita semua, khususnya pengguna di Indonesia. Tetap positif dan manfaatkan curahatan jadi nilai kreatif.

*Hari Media Sosial dicetuskan pada tahun 2015 oleh Handi Irawan D. Dan sejak itu tiap tanggal 10 Juni diperingati Hari Medsos.

Artikel terkait :

Comments

Popular posts from this blog

Sego Bancakan Pawone Simbah, Tempat Makan Baru di Kota Lama Semarang

Review : Gunakan Layanan Maxim Life Massage & SPA

Apakah Shopee Video Bisa Unggah Video dari Komputer?

Berapa Tarif Parkir Inap di Bandara Ahmad Yani Semarang Tahun 2022?

Kenapa Paket Xtra Combo Flex Tidak Ada di Aplikasi MyXL ?