Favorit

Agenda Kota Semarang Bulan September 2025

Image
September tiba, dan vibes ceria ala Vina Panduwinata kayaknya pas banget buat nyanyi di hati warga Semarang. Bukan cuma soal lagu, tapi juga tentang suka cita menyambut event tahunan yang selalu bikin Kota Lunpia ini hidup. Penasaran apa aja yang bakal ngeramein September 2025? Yuk, kita intip! Bulan Agustus kemarin, Semarang kebanjiran 40 acara yang bikin kota ini nggak pernah sepi. Nah, September ini nggak kalah seru. Dua event besar udah antre buat ngajak kamu nostalgia, jalan-jalan, sampai nyanyi-nyanyi di tengah gemerlap kota. Apa aja sih? Festival Kota Lama Semarang 2025: Nostalgia di Little Netherlands Tanggal 4-14 September 2025, kawasan Kota Lama bakal disulap jadi panggung budaya super meriah dengan tema Color of Unity. Bayangin, Gedung Blenduk dan Marba yang ikonik itu jadi latar pertunjukan seni, kuliner legendaris, sampai pameran yang bikin kamu serasa jalan-jalan ke masa lalu.  Ada Pasar Sentiling yang siap manjain lidah dengan jajanan tempo dulu, dari lumpia legenda...

Jembatan Transparansi QRIS: Mengurai Biaya Rp1.000 Agar Konsumen dan Toko Kelontong Sama-Sama Untung

Pernahkah kamu saat ingin membayar belanjaan pakai QRIS di toko kelontong, tapi tiba-tiba muncul biaya tambahan Rp1.000? Kami beberapa kali mengalaminya. Mau tak mau, karena merasa tidak enak hati setelah dijelaskan pemilik toko, kami akhirnya ikut menambahkan biaya tersebut saat pembayaran.

Belakangan ini, pembayaran non-tunai via QRIS memang sudah jadi kebiasaan kami. Alasannya sederhana: praktis dan seringkali dompet memang kosong, maklum, job lagi sepi beberapa bulan ini.

Biaya Tambahan QRIS: Pengalaman yang Terulang

Kami sempat mengabaikan kejadian di satu tempat karena akhirnya tidak jadi dipungut biaya tambahan. Tapi, tak lama kemudian, kami kembali menemukan toko kelontong lain yang menerapkan hal serupa.

Saat kami tanyakan, pemilik toko beralasan bahwa biaya tambahan tersebut dibebankan oleh pihak bank. Jadi, menurut mereka, jika barang yang dibeli Rp10.000 dan dibayar pakai QRIS, saat pemilik toko menarik saldonya, mereka akan kena potongan Rp1.000. Itulah kenapa metode ini diterapkan.

Pengalaman semacam ini mungkin tidak asing bagi kamu. Untungnya, tidak semua toko menerapkan praktik serupa. Apalagi minimarket, kecuali jika kamu memang berniat mengambil uang atau tarik tunai di tempat tersebut.

Apakah Praktik Ini Menyalahi Aturan?

Sebelum terlalu jauh, mari kita kenalan dulu dengan istilah MDR (Merchant Discount Rate). Ini adalah biaya yang dikenakan kepada pedagang (merchant) oleh penyedia jasa pembayaran (PJP) untuk setiap transaksi yang difasilitasi menggunakan QRIS. Besaran MDR ini sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dan bervariasi, tergantung kategori usaha atau jenis transaksinya.

Nah, di sinilah poin krusialnya: MDR ini seharusnya dibebankan kepada pedagang dan tidak boleh dibebankan langsung kepada konsumen. Jika pedagang meminta biaya MDR ini kepada konsumen (sering disebut surcharge), hal itu jelas melanggar aturan Bank Indonesia.

BI sangat tegas mengatur bahwa MDR adalah biaya yang ditanggung oleh merchant, bukan oleh konsumen. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 menyatakan bahwa penyedia barang dan jasa tidak boleh membebankan biaya tambahan kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP.

Jadi, jika ada pedagang yang membebankan biaya tambahan saat pembayaran QRIS, konsumen berhak untuk melaporkan hal tersebut kepada Bank Indonesia.

Namun, kami paham, tidak semua orang "tegaan" untuk melaporkan, apalagi jika transaksinya kecil atau hanya sekali beli. Tujuan kami menulis ini pun sebenarnya untuk mengedukasi diri sendiri dan pembaca sekalian. Karena ternyata, ini adalah isu penting yang perlu kita pahami bersama.

MDR untuk Toko Kelontong: Simpelnya Begini

MDR ini memang terdengar ribet, tapi mari kita persingkat penjelasannya, khususnya untuk toko kelontong yang biasanya dikategorikan sebagai Usaha Mikro (UMI) atau Usaha Kecil (UKE), tergantung omzet tahunan mereka.

  • Untuk Usaha Mikro (UMI):
    • Transaksi sampai dengan Rp500.000: MDR yang dikenakan adalah 0% (berlaku mulai 1 Desember 2024). Artinya, jika kamu membayar Rp100.000, toko kelontong akan menerima utuh Rp100.000 tanpa potongan MDR.
    • Transaksi di atas Rp500.000: MDR yang dikenakan adalah 0,3%. Jadi, jika kamu membayar Rp600.000, toko kelontong akan menerima Rp600.000 dikurangi 0,3%-nya (Rp1.800), menjadi Rp598.200.
  • Untuk Usaha Kecil, Menengah, dan Besar:
    • MDR yang dikenakan adalah 0,7% untuk setiap transaksi.

Alasan mengapa masih ada toko kelontong yang melakukan surcharge ini memang beragam. Bisa jadi karena ketidaktahuan, kesalahpahaman, atau bahkan merasa dirugikan. Jika dibiarkan terus-menerus, praktik ini tentu akan memengaruhi ekosistem pembayaran digital secara keseluruhan dan mengurangi minat konsumen untuk menggunakan QRIS.

Win-Win Solution: Mengapa Kepatuhan Itu Menguntungkan Semua Pihak

Kami, sebagai konsumen, merasa perlu memahami aturan mainnya. Lebih dari itu, kami ingin menawarkan solusi dan perspektif positif. Ini adalah aturan dari Bank Indonesia yang berlaku untuk semua. Tujuannya baik: menciptakan ekosistem pembayaran yang adil dan efisien bagi semua pihak, termasuk UMKM itu sendiri dalam jangka panjang.

Jika kita semua, baik konsumen maupun pemilik toko kelontong (UMKM), memahami bahwa kepatuhan terhadap aturan QRIS sebenarnya menguntungkan semua pihak dalam jangka panjang, maka keuntungannya bisa dilihat dari dua sudut pandang:

  • Untuk Konsumen:
    • Mendapatkan kepastian harga (tidak ada surcharge tersembunyi).
    • Merasakan kemudahan dan kenyamanan transaksi digital tanpa beban tambahan.
    • Tumbuhnya rasa percaya terhadap merchant.
    • Semua ini mendorong lebih banyak konsumen untuk menggunakan QRIS.
  • Untuk Toko Kelontong (UMKM):
    • Peningkatan Kepercayaan Pelanggan: Konsumen yang merasa diperlakukan adil cenderung akan kembali berbelanja.
    • Peluang Pasar Lebih Luas: Dengan menerima pembayaran digital tanpa biaya tambahan, toko bisa menjangkau lebih banyak pelanggan yang prefer non-tunai.
    • Efisiensi Operasional: Mengurangi kebutuhan uang tunai, risiko uang palsu, dan pencatatan transaksi yang lebih mudah.
    • Kepatuhan Regulasi: Menghindari potensi sanksi atau teguran dari Bank Indonesia.
    • Dukungan Ekosistem: Dengan patuh pada aturan, mereka berkontribusi pada ekosistem pembayaran digital yang lebih kuat dan berkelanjutan, yang pada akhirnya juga akan menguntungkan mereka.
    • Meningkatkan Citra Modern: Penggunaan QRIS yang benar menunjukkan bahwa toko kelontong relevan dengan perkembangan zaman.

...

Dari pembahasan ini, jelas terlihat bahwa memahami dan mematuhi aturan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan pembayaran yang lebih sehat. Di lingkungan seperti ini, konsumen merasa aman bertransaksi dan UMKM dapat berkembang secara berkelanjutan. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kamu, para pembaca dotsemarang!

Artikel terkait :

Comments

Popular posts from this blog

AMOLI, Laptop Buatan Mana?

Cara Menggunakan Kuota Pelanggan Baru XL yang Tidak Bisa Digunakan?

Agenda Kota Semarang Bulan September 2025

Kenapa Paket Xtra Combo Flex Tidak Ada di Aplikasi MyXL ?

Parkir di The Park Mall Hanya Melayani Pembayaran Non Tunai